Pernah makan sambal terasi, cah kangkung atau tumis-tumisan sejenisnya?bagaimana rasanya?? nikmat bukan… aroma dan citarasa khas yang ada dalam masakan tadi ternyata bersumber dari terasi. Terasi merupakan produk awetan ikan-ikan atau rebon yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, penggilingan atau penumbukan dan penjemuran yang berlangsung selama + 20 hari. Ke dalam produk terasi tersebut ditambahkan garam yang berfungsi sebagai bahan pengawet, berbentuk seperti pasta dan berwarna hitam-coklat, kadang ditambah dengan bahan pewarna sehingga menjadi kemerahan. Terasi memiliki bau yang tajam dan biasanya digunakan untuk membuat sambal terasi, tapi juga sering ditemukan dalam berbagai resep tradisional Indonesia.
Diceritakan dahulu kala Pangeran Walangsungsang / Cakrabumi, istrinya Indangayu dan adiknya Dewi Rarasantang pergi ke kebon pesisir Lemahwungkuk dan menemukan sebuah rumah Kaki Tua yang bernama Ki Gedeng Alang Alang. Walangsungsang / Cakrabumi / Somadullah beserta istri dan adiknya beristirahat disana. Dan setelah datang waktunya, pada pagi hari Ahad walangsungsang / Cakrabumi / Somadullah memasuki hutan rwa belukar menebangi pepohonan besar dan kecil tiap hari. Hutan yang sudah lapang ia tanami palawija membanun perkebunan. Kaki Tua yang melihat hutan sudah menjadi perkebunan dengan tanaman palawija sangat senang sekali. Cakrabuana lalu disuruh menangkap ikan dan rebon, ia idberi jala, alat penangkap ikan dan perahu kecil. Tiap malam ia pergi menangkap ikan dan rebon (ebi).
Rajagaluh mengadakan pertemuan dengan pejabat-pejabat pemerintahan, seluruh para Bupati, Sentana mantra dan Gegedeng sudah berkumpul. Sang Prabu segera memanggil Ki Dipati Palimanan, Gedeng Kiban namanya. Sang Prabu berkata, “Hai Di Palimanan sekarang bawahan engkau, tanah pantai yang jadi pemukiman, banyak orang yang berkebun dan ada nelayan yang menangkap ikan dan rebon, aku lebih terasih kepada tumbukan ikan rebon, agar periksa sampai jelas dan ditetapkan pajak bagi nelayan rebon itu dalam setahun sepikul bubukan rebon yang sudah halus gelondongan.”
Ki Dipati mengucap sandika (siap menjalankan perintah), segera meninggalkan ruang sidang, memanggil tujuh orang mantri (ponggawa pepitu) dan mereka sudah menghadap kepadanya. Ki Dipati berkata, “Hai ponggawa pepitu, sekarang periksalah dukuh baru di pinggir pantai, ada berapa orangnya dan nelayan penangkap ikan rebon seyogyanya diberi ketetapan pajak tiap tahun sepikul bubukan rebon yang sudah halus gelondongan. Harap diperikasa dengan jelas, karena Sang Prabu terasih sekali kepada bubukan rebon yang sudah gelondongan.”
Ki Mantri pepitu mengucap sandika. Segera menghindar dari hadapannya, mereka terus berjalan menuju ke pantai.
Diceritakan Cakrabumi bersama sang istri dan sang adki sedang menumbuk rebon di lumping batu dengan hulu batu. Orang yang mengkulak rebon berebut saling mendahului, berdesak-desak sambil berceloteh “Oga age, geura age, geura bebek (cepat-cepatlah ditumbuk)!” jadi mashur pedukuhan baru itu disebut nama Grage. Tidak lama kemudian datanglah utusan Palimanan Mantri pepitu memeriksa pemukiman itu, sudah ada 346 orang, Ki Cakrabumi sudah bertemu dihadapan mereka. Berkata jubir Mantri pepitu, “Hai tukang penangkap rebon, oleh perintah Sang Prabu engkau diharuskan mengirim pajak tiap-tiap tahun satu pikul bubukan rebon gelondongan, karena Sang Prabu terasih sekali dan minta kejelasan bagaimana membikin terasi itu.”
Cakrabumi mengucap sandika. Adapun menangkapnya dengan jala tiap malam, diambilnya pagi-pagi. Rebon lalu diuyahi (digaremi) lalu diperas, dijemur, setelah kering lalu ditumbuk digelondongi. Adapun air perassannya dimasak dengan diberi bumbu-bumbu. Masakan perasan air rebon lebih enak, diberi nama petis blendrang.” Ki Mantri berkata, “Coba ingin tahu rasanya cai (air) rebon itu.” Cakrabumi segera menyuruh istrinya memasak air perasan rebon. Setelah masak lalu dihidangkan kepada Ki Mantri pepitu. Mereka lalu makan bersama dengan lauk pauk petis blendrang sambil saling berkata, bahwa cai (air) rebon lebih enak ketimbang gragenya (terasinya). Karena Ki Mantri pepitu mengumumkan kepada rakyat pemukiman/dedukuh baru itu, memberi nama Dukuh Cirebon, kala waktu tahun 1447 M.
Kata terasi diambil dari kata terasih, karena kala waktu itu Prabu Rajagaluh sangat terasih (menyukai) bubukan rebon yang sudah halus gelondongan.Makannya sejak saat itu bubukan rebon itu dinamakan terasi...
Rajagaluh mengadakan pertemuan dengan pejabat-pejabat pemerintahan, seluruh para Bupati, Sentana mantra dan Gegedeng sudah berkumpul. Sang Prabu segera memanggil Ki Dipati Palimanan, Gedeng Kiban namanya. Sang Prabu berkata, “Hai Di Palimanan sekarang bawahan engkau, tanah pantai yang jadi pemukiman, banyak orang yang berkebun dan ada nelayan yang menangkap ikan dan rebon, aku lebih terasih kepada tumbukan ikan rebon, agar periksa sampai jelas dan ditetapkan pajak bagi nelayan rebon itu dalam setahun sepikul bubukan rebon yang sudah halus gelondongan.”
Ki Dipati mengucap sandika (siap menjalankan perintah), segera meninggalkan ruang sidang, memanggil tujuh orang mantri (ponggawa pepitu) dan mereka sudah menghadap kepadanya. Ki Dipati berkata, “Hai ponggawa pepitu, sekarang periksalah dukuh baru di pinggir pantai, ada berapa orangnya dan nelayan penangkap ikan rebon seyogyanya diberi ketetapan pajak tiap tahun sepikul bubukan rebon yang sudah halus gelondongan. Harap diperikasa dengan jelas, karena Sang Prabu terasih sekali kepada bubukan rebon yang sudah gelondongan.”
Ki Mantri pepitu mengucap sandika. Segera menghindar dari hadapannya, mereka terus berjalan menuju ke pantai.
Diceritakan Cakrabumi bersama sang istri dan sang adki sedang menumbuk rebon di lumping batu dengan hulu batu. Orang yang mengkulak rebon berebut saling mendahului, berdesak-desak sambil berceloteh “Oga age, geura age, geura bebek (cepat-cepatlah ditumbuk)!” jadi mashur pedukuhan baru itu disebut nama Grage. Tidak lama kemudian datanglah utusan Palimanan Mantri pepitu memeriksa pemukiman itu, sudah ada 346 orang, Ki Cakrabumi sudah bertemu dihadapan mereka. Berkata jubir Mantri pepitu, “Hai tukang penangkap rebon, oleh perintah Sang Prabu engkau diharuskan mengirim pajak tiap-tiap tahun satu pikul bubukan rebon gelondongan, karena Sang Prabu terasih sekali dan minta kejelasan bagaimana membikin terasi itu.”
Cakrabumi mengucap sandika. Adapun menangkapnya dengan jala tiap malam, diambilnya pagi-pagi. Rebon lalu diuyahi (digaremi) lalu diperas, dijemur, setelah kering lalu ditumbuk digelondongi. Adapun air perassannya dimasak dengan diberi bumbu-bumbu. Masakan perasan air rebon lebih enak, diberi nama petis blendrang.” Ki Mantri berkata, “Coba ingin tahu rasanya cai (air) rebon itu.” Cakrabumi segera menyuruh istrinya memasak air perasan rebon. Setelah masak lalu dihidangkan kepada Ki Mantri pepitu. Mereka lalu makan bersama dengan lauk pauk petis blendrang sambil saling berkata, bahwa cai (air) rebon lebih enak ketimbang gragenya (terasinya). Karena Ki Mantri pepitu mengumumkan kepada rakyat pemukiman/dedukuh baru itu, memberi nama Dukuh Cirebon, kala waktu tahun 1447 M.
Kata terasi diambil dari kata terasih, karena kala waktu itu Prabu Rajagaluh sangat terasih (menyukai) bubukan rebon yang sudah halus gelondongan.Makannya sejak saat itu bubukan rebon itu dinamakan terasi...
jenis-jenis terasi
Terasi yang banyak diperdagangkan dipasar, secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan bahan bakunya, yaitu terasi udang dan terasi ikan. Terasi udang biasanya memiliki warna cokelat kemerahan, sedangkan terasi ikan berwarna kehitaman dan terasi udang umumnya memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan terasi ikan.
Terasi yang banyak diperdagangkan dipasar, secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan bahan bakunya, yaitu terasi udang dan terasi ikan. Terasi udang biasanya memiliki warna cokelat kemerahan, sedangkan terasi ikan berwarna kehitaman dan terasi udang umumnya memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan terasi ikan.
Kandungan Unsur Gizi Terasi
Unsur gizi yang terkandung di dalam terasi cukup lengkap dan cukup tinggi. Di samping itu dalam terasi udang terkandung yodium dalam jumlah tinggi yang berasal dari bahan bakunya.
Unsur gizi yang terkandung di dalam terasi cukup lengkap dan cukup tinggi. Di samping itu dalam terasi udang terkandung yodium dalam jumlah tinggi yang berasal dari bahan bakunya.
A. Alat dan Bahan
1. Alat
Timbangan.
Alat penghancur.
Tempat fermentasi.
Perangkat penjemuran.
Wadah plastik.
Kain saring
2.Bahan
. Bahan Baku
a.Terasi Ikan
Beberapa jenis ikan yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan terasi ikan adalah ikan Selar gatel (Rembang), Badar/Teri (Krawang) dan sebagainya. Kepala ikan harus dibuang terlebih dahulu sebelum diproses lebih lanjut
b.Terasi Udang
Adapun bahan baku yang digunakan dalam pembuatan terasi udang adalah berupa rebon atau udang kecil dengan ukuran panjang berkisar antara 1 cm – 2,1 cm (membujur), lebar 0,3 cm dengan warna keputihan.
-Bahan pembantu
a.Garam
Pada pembuatan terasi, garam memiliki fungsi ganda, yaitu seabagai berikut:
-Untuk memantapkan cita rasa terasi yang dihasilkan.
-Pada konsentrai 20% ( 200 g/kg bahan baku), garam mampu berperan sebagai bahan pengawet, namun dalam konsentrasi lebih dari 20% justru akan menggangu proses fermentasi.
b.Pewarna
Untuk memperbaiki penampilan maka sering dilakukan penambahan bahan pewarna buatan dalam terasi. Ke dalam terasi udang sering ditambahkan warna coklat atau merah, sedangkan ke dalam terasi ikan sering ditambahkan warna kehitaman (campuan antara warna merah dan hijau). Adapun konsentrasi pewarna yang digunakan, disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk menjamin keselamatan konsumen, sebaiknya digunakan bahan pewarna yang diizinkan penggunaannya oleh pemerintah (SII).
c.Kain Saring atau Daun Pisang.
Pada pelaksanaan fermentasi, adonan terasi peru dibagi dalam beberapa bagian kecil dan kemudian dibungkus dengan kain saring atau daun pisang yang diiris di beberapa tempat, sehingga adonan tersebut terlindung dari cemaran debu dan air, sementara aerasi udara tetap dapat berjalan lancar.
B. Cara Pembuatan Terasi
Ikan dicuci bersih untuk membuang kotoran dan lumpur yang melekat kemudian ditiriskan.
Tambahkan garam sebanyak 5% dari berat udang/ikan dan pewarna sesuai dengan warna yang diinginkan kemudian diaduk rata.
Tempatkan campuran tersebut pada wadah tampah dan ratakan agar ketebalannya 1 – 2 cm.
Jemur sampai setengah kering sambil diaduk selama penjemuran agar merata tingkat kekeringannya.
Giling / tumbuk agar halus dan di bentuk adonan gumpalan-gumpalan tersebut.
Hasil tumbukan berupa tumbukan-tumbukan bulat dibungkus dengan tikar atau daun pisang kering. Biarkan selama satu hari sampai dua hari.
Jemur kembali sambil dihancurkan supaya cepat kering. Jika terlalu kering dapat ditambahkan air. Waktu penjemuran 3 – 4 hari dan kondisi dijaga agar tidak terlalu kering.
Buat gumpalan-gumpalan kembali dan bungkus dengan daun pisang kering.
Simpan selama 1 – 4 minggu, supaya terjadi proses fermentasi sampai tercium bau khas terasi.
0 comments:
Post a Comment