Gua adalah  suatu lubang di tanah, atau di batuan, atau di gunung yang terbentuk  secara alamiah. Jadi bentukan-bentukan seperti gua yang dibuat manusia  sebenarnya tidak dapat dikelompokan sebagai gua, tapi lebih tepat  sebagai suatu terowongan. 
 Gua adalah  suatu bentukan alam yang umumnya terjadi akibat adanya suatu proses alam  yang melubangi batuan. Bisa berbentuk suatu lorong yang panjang, gelap  dan berkelok-kelok, tetapi dapat pula sebagai suatu ceruk dalam. Secara  umum dikenal terjadi pada dua batuan yang jauh berbeda, yaitu pada batu  gamping yang sangat intensif dan luas kejadiannya, dan pada kasus-kasus  khusus di aliran lava basalt, tetapi dapat pula terjadi pada semua jenis  batuan yang mengalami tingkat abrasi / erosi yang kuat melewati  struktur-struktur tertentu. 
 TEORI KLASIK MENGENAI PERKEMBANGAN PERGUAAN 
 menurut Reeder, (1988) Banyak  debat intensif yang terjadi selama abad ini yang menyangkut ilmu  pengetahuan geomorfologi yang berhubungan dengan asal muasal gua di batu  gamping. Apakah gua terbentuk diatas water table (zona vadose), dibawah  water table (zona phreatic), atau pada bidang dari water table itu  sendiri? Beberapa teori dapat dikelompokkan sebagai berikut: 
 1. Teori  Vadose-Dwerry house (1907), Greene (1908), Matson (1909), dan Malott  (1937) mempertahankan bahwa sebagian besar perkembangan gua berada di  atas water tabel dimana aliran air tanah paling besar. Jadi, aliran air  tanah yang mengalir dengan cepat, yang mana gabungan korosi secara  mekanis dengan pelarutan karbonat, yang bertanggung jawab terjadap  perkembangan gua. Martel (1921) percaya bahwa begitu pentingnya aliran  dalam gua dan saluran (conduit) begitu besar sehingga tidak berhubungan  terhadap hal terbentuknya gua batu gamping sehingga tidak relevan  menghubungkan batugamping yang ber-gua dengan dengan adanya water table,  dengan pengertian bahwa permukaan tunggal dibawah keseluruhan batuannya  telah jenuh air. 
 2. Teori Deep  Phreatic-Cjivic (1893), Grund (1903), Davis (1930) dan Bretz (1942)  memperlihatkan bahwa permulaan gua dan kebanyakan pembesaran perguaan  terjadi di kedalaman yang acak berada di bawah water table, sering kali  pada zona phreatic yang dalam. Gua-gua diperlebar sebagai akibat dari  korosi oleh air phreatic yang mengalir pelan. Perkembangan perguaan  giliran kedua dapat terjadi jika water table diperrendah oleh denudasi  (penggundulan) permukaan, sehingga pengeringan gua dari air tanah dan  membuatnya menjadi vadose dan udara masuk kedalam gua. Selama proses  kedua ini aliran permukaan dapat masuk ke sistem perguaan dan sedikit  merubah lorong gua oleh korosi. 
 3. Phreatic  Dangkal atau Teori Water Table-Swinnerton (1932), R Rhoades dan Sinacori  (1941), dan Davies (1960) mendukung gagasan bahwa air yang mengalir  deras pada water tabel adalah yang bertanggungjawab terhadap pelarutan  di banyak gua. Eleveasi dari water table berfluktuasi dengan variasi  volume aliran air tanah, dan dapat menjadi perkembangan gua yang kuat  didalam sebuah zone yang rapat diatas dan dibawah posisi rata-rata.  Betapapun, posisi rata-rata water table harus relatif tetap konstan  untuk periode yang lama. Untuk menjelaskan sistem gua yang multi  tingkat, sebuah water table yang seimbang sering dihubungkan dengan  periode base levelling dari landscape diikuti dengan periode peremajaan  dengan kecepatan down-cutting ke base level berikutnya. 
 GUA PADA BATU GAMPING, KAWASAN KARST 
 Dari seluruh  proses kejadian terbentuknya gua, yang paling luas dan intensif adalah  gua-gua yang terbentuk pada formasi batu gamping yang umumnya kemudian  berkembang menjadi suatu bentang alam khas yang dikenal sebagai bentang  alam kars (karst, istilah internasional, berasal dari bahasa Jerman yang  diperkenalkan oleh Cvijic pada sekitar tahun 1850 dari istilah asli  bahasa Slavia krs atau kras setelah ia meneliti suatu daerah gersang di  Slovenia/dulu Yugoslavia, timur laut Trieste). Hampir semua goa yang ada  dibentuk dari karst (dari bahasa Slavia Krs/Kras yang berarti  batu-batuan). Istilah karst dipakai untuk suatu kawasan batu gamping  (limestone) yang telah mengalami pelarutan sehingga menimbulkan relief  dan pola pengaliran yang khas. Hal ini dicirikan dengan adanya proses  geokimia dan kehadiran atmosfer, biosfer, dan hidrosfer sekaligus. 
 Sejarah geologi  karst dimulai pada zaman karbon (sebutan untuk sebuah masa di 354-290  juta tahun lalu) akhir, hingga Perm (290-248 juta tahun lalu) awal yang  menimbulkan batuan tertua. Umumnya pada akhir masa Perm awal, terjadi  aktivitas tektonik berupa pengangkatan dan pelipatan satuan sabak serta  timbulnya sesar mendatar. Pada zaman Trias (248-206 juta tahun lalu)  awal, terjadi proses susut laut yang membentuk morfologi batu gamping.  Ini akan diikuti dengan intrusi ke permukaan yang menerobos batu  gamping, hingga mengakibatkan batu gamping menjadi marmer. 
 Akibat proses  gaya-gaya geologi yang berpengaruh, akan terbentuk struktur rekahan yang  disebut diaklas, yakni jalur resapan air permukaan dan membentuk  morfologi karst. Hal ini akan terus terjadi, entah sampai kapan  berakhirnya. Mengapa pembentukan gua sangat intensif di kawasan kars  yang batuannya didominasi batu gamping / batu kapur / limestone? Hal ini  sangat terkait dengan sifat batu gamping yang unsur utamanya adalah  karbonat CaCO3 yang sangat reaktif terhadap larutan asam, khususnya  larutan senyawa asam yang mengandung CO2. Walaupun secara kimiawi  prosesnya sangat rumit dan kompleks, tetapi proses pelarutan batu  gamping secara sederhana mengikuti persamaan reaksi berikut: 
 CaCO3 + H2O + CO2 Ca+ 2HCO3 
 Proses dengan  panah bolak-balik tersebut menunjukan bahwa air yang mengandung senyawa  asam CO2 akan melarutkan karbonat menjadi kalsium dan bikarbonat. Reaksi  balik dari kanan ke kiri akan kembali menghasilkan karbonat. Maka  selain adanya proses pelarutan yang membawa partikel karbonat sehingga  terjadi pelubangan dan pengguaan pada batu gamping, di tempat lain  terjadi proses pengendapan karbonat berikutnya. Ini menerangkan proses  selain terbentuknya gua itu sendiri, juga terbentuknya hiasan-hiasan gua  (stalactite, stalagmite, flowstone, guardam, dll) yang merupakan hasil  endapan karbonat dari pelarutan karbonat di tempat lain. 
 Namun demikian  tidak sembarang batu gamping dan tidak sembarang tempat bisa membentuk  gua. Gua batu gamping (yang berlorong panjang dan berliku-liku) umumnya  berkembang akibat adanya proses pelarutan dan diperbesar oleh proses  erosi / abrasi yang mengikuti suatu jaringan retakan pada batu gamping.  Sebelumnya, faktor iklim, tanah penutup dan keberadaan air tanah menjadi  kontrol utama proses pengguaan ini. Selain itu batu gampingnya sendiri  umumnya harus padat, murni karbonat dengan sedikit campuran partikel  lain, berlapis baik dan dalam kedudukan mendatar / tidak miring terjal. 
 Kondisi ideal  di atas merupakan kondisi ideal bagi berkembangnya perguaan dan biasanya  berkembang menjadi kawasan kars tyang luas. Contoh daerah yang  mempunyai kondisi ideal tersebut antara lain di Pangandaran, Jawa Barat ;  Karangbolong, Gombong Selatan di Jawa Tengah ; Gunung Sewu yang sangat  luas mulai dari Yogyakarta, selatan Wonogiri Jawa Tengah hingga Pacitan  di Jawa Timur, yang kemudian bahkan menerus ke Tulungagung dan Blitar.  Di Sumatra kawasan kars cukup luas berada di Payakumbuh hingga  Sawahlunto, di Kalimantan terdapat di Sangkurilang, Kalimantan Timur  bagian utara, Sulawesi Selatan di Maros dan Toraja, serta di berbagai  tempat di Papua. 
















 
 
 
 
0 comments:
Post a Comment